Langkat, Sumatera Utara – Slogan “perang terhadap narkoba” rupanya hanya hiasan spanduk. Di Desa Halaban, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, sabu-sabu dijual bebas hanya selemparan batu dari Pos Polisi.
Bandar berinisial H hidup tenang, kaya raya, dan seolah kebal hukum.
Di atas jembatan bekas kilang kayu yang kini sunyi, berdiri loket mungil yang jadi tempat transaksi sabu-sabu. Dari luar tampak seperti warung biasa, tapi dari dekat, suara tawa, bisik-bisik, dan bau asap korek menjadi saksi: di sini hukum berhenti bekerja.
Tak jauh dari loket itu, pondok reyot berdiri. Di sanalah para pengguna menikmati barang haram itu tanpa rasa takut.
Botol air mineral yang dimodifikasi jadi bong, mancis bertengger di atas kayu, dan plastik bekas sabu berserakan di tanah — bukti betapa narkoba telah menjelma bisnis terang-terangan di bawah pengawasan aparat.
“Sudah lebih 10 tahun begini, Bang. Bandar H itu kebal hukum. Kalau anak buahnya ketangkap, besoknya muncul lagi. Gak pernah berhenti,” ujar PM, warga setempat.
Yang lebih memalukan, lokasi sarang sabu ini hanya sekitar 500 meter dari Pos Polisi Besitang, dan sekitar 800 meter dari perbatasan Sumut–Aceh.
Artinya, bukan cuma polisi lokal yang tahu tapi semua pihak di garis itu seharusnya tahu.
Namun kenyataannya, semua diam.
“Uangnya banyak, Bang. Mobilnya aja Fortuner putih. Kalau ada yang tertangkap, tinggal ganti anak buah baru. Polisi pun gak bisa apa-apa,” kata RH, warga lain, dengan nada sinis.
Sementara LH, ibu rumah tangga, mengaku kecewa dan muak:
“Kami cuma bisa lihat anak muda di sini hancur. Orang Aceh pun datang beli sabu ke sini. Aparat desa, aparat hukum, semua tutup mata.”
Tim investigasi 1Fakta.com yang turun ke lokasi pada Rabu (29/10/2025) menemukan fakta mengerikan: aktivitas jual beli sabu berlangsung ramai di siang bolong.
Orang datang silih berganti. Tak ada rasa takut. Tak ada patroli. Tak ada aparat.
Yang ada hanya bisnis kotor yang berjalan mulus di tengah kebisuan hukum.
Inilah wajah telanjang Sumatera Utara hari ini ketika bandar narkoba lebih berani dari penegak hukum, dan uang lebih berkuasa daripada keadilan.
Apakah Polda Sumut dan BNN benar-benar tidak tahu?
Atau pura-pura tidak tahu karena kenyang amplop?
Jika negara ini serius ingin memberantas narkoba, Halaban seharusnya jadi titik pertama yang disapu bersih.
Tapi kalau setelah berita ini tak ada tindakan, publik pantas bertanya:
Apakah aparat kita masih punya nyali, atau sudah jadi bagian dari permainan?***





