Parepare – Bau tak sedap bukan hanya muncul dari toilet, tapi kini juga dari aroma dugaan pemborosan anggaran di Kota Parepare. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Parepare tengah disorot publik usai terungkapnya proyek pembangunan 21 unit toilet sekolah dengan total anggaran Rp3,3 miliar. Jika dibagi rata, satu toilet menelan biaya sekitar Rp166 juta, angka fantastis yang bahkan melampaui harga satu unit rumah subsidi di Sulawesi Selatan!
Ironinya, pantauan di lapangan menunjukkan bahwa bangunan toilet tersebut tampak biasa-biasa saja—tanpa fasilitas mewah atau teknologi modern yang bisa menjelaskan harga selangitnya. Di SD Negeri 3 Parepare, misalnya, toilet berukuran sekitar 4×4 meter dengan empat ruangan di dalamnya berdiri sederhana, jauh dari kesan proyek bernilai ratusan juta rupiah.
Publik pun geram. Di media sosial, warga mempertanyakan bagaimana mungkin toilet sekolah bisa semahal itu.
“Rp166 juta? Toilet atau rumah mewah?” tulis salah satu pengguna Facebook.
Pertanyaan publik makin menguat: Apakah ini bentuk pemborosan anggaran, atau ada permainan di balik proyek tersebut?
Perbandingan dengan program rumah subsidi pemerintah pun mencolok. Di sejumlah wilayah Sulsel, satu unit rumah subsidi tipe 36 bisa dibangun dengan kisaran harga Rp160–170 juta—sudah lengkap dengan ruang tamu, dua kamar tidur, dapur, dan kamar mandi.
Lalu mengapa toilet sekolah tanpa ubin istimewa, tanpa peralatan canggih, justru menelan biaya serupa?
Kecurigaan publik ini menjadi alarm keras bagi transparansi dan pengawasan proyek pendidikan.
Anggaran pendidikan yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan mutu belajar, gaji guru honorer, atau perbaikan ruang kelas, justru tersedot untuk proyek toilet supermahal yang menimbulkan tanda tanya besar.
Disdikbud Parepare kini dituntut untuk membuka seluruh rincian penggunaan anggaran secara transparan. Jika tidak, kecurigaan adanya mark up atau permainan proyek akan terus bergulir dan merusak kepercayaan publik.
Aparat penegak hukum juga diharapkan turun tangan menelusuri dugaan penyimpangan dalam proyek ini. Jangan sampai skandal toilet Rp166 juta per unit ini menjadi preseden buruk dalam pengelolaan dana pendidikan di Indonesia.
Toilet boleh bersih, tapi jangan sampai anggarannya justru mengotori nama baik pemerintah dan dunia pendidikan.(***)





