Bulukumba – Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda—momen bersejarah yang menegaskan tekad generasi muda untuk bersatu demi kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Namun, semangat itu tak seharusnya berhenti di masa lalu. Ia harus hidup, tumbuh, dan bertransformasi dalam tindakan nyata generasi hari ini—terutama perempuan muda yang memegang peran penting dalam kemajuan daerahnya.
Di Bulukumba, semangat Sumpah Pemuda kini menemukan makna baru dalam perjuangan perempuan muda yang berani, cerdas, dan berdaya. Mereka hadir bukan sekadar sebagai penerus sejarah, tetapi sebagai pencipta sejarah baru untuk Butta Panrita Lopi tercinta.
Tahun 2025 menjadi masa penuh tantangan sekaligus peluang. Dunia digital yang berkembang pesat membuka ruang luas bagi perempuan untuk berkarya, berbisnis, dan berjejaring. Namun di balik peluang itu, masih berdiri tembok sosial yang membatasi ruang gerak perempuan—mulai dari bias gender hingga kekerasan berbasis gender yang belum sepenuhnya sirna.
Dalam kondisi seperti ini, perempuan muda Bulukumba ditantang untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi pelaku utama dalam perubahan sosial dan ekonomi. Semangat mereka sejatinya merupakan kelanjutan dari ruh Sumpah Pemuda: semangat untuk bersatu dan berdaya.
Jika pemuda tahun 1928 bersatu untuk Indonesia, maka perempuan muda Bulukumba kini bersatu untuk Bulukumba membangun daerah dengan pengetahuan, kreativitas, dan keberanian.
Sebagaimana pesan R.A. Kartini, “Jangan biarkan kegelapan membuatmu berhenti melangkah, karena setiap langkah kecilmu adalah cahaya.” Kalimat ini terasa hidup di tengah banyaknya kisah inspiratif dari perempuan muda Bulukumba: ada guru yang mengabdikan diri di pelosok, wirausaha yang menggerakkan ekonomi lokal lewat UMKM digital, seniman yang memperkenalkan budaya Bulukumba ke pentas nasional, hingga aktivis sosial yang memperjuangkan kesetaraan dan pemberdayaan.
Mereka adalah wajah baru semangat Sumpah Pemuda berjuang tanpa pamrih, berdaya tanpa harus meninggalkan jati diri. Namun, perjuangan mereka tidak boleh berjalan sendiri. Diperlukan kolaborasi lintas gender dan lintas generasi agar perempuan muda memiliki ruang aman dan dukungan moral untuk tumbuh.
Seperti kata Nelson Mandela, “Ketika perempuan berdaya, masyarakat menjadi lebih bebas.” Memberdayakan perempuan berarti membebaskan potensi daerah dari belenggu ketimpangan.
Semangat Sumpah Pemuda tidak akan berarti jika hanya menjadi slogan tahunan. Ia harus diwujudkan dalam aksi nyata dalam kolaborasi, karya, dan keberanian untuk memimpin. Perempuan muda Bulukumba harus terus menyalakan api perubahan melalui pendidikan, seni, teknologi, dan pengabdian sosial.
Bulukumba akan semakin maju jika generasi mudanya bersatu, saling menghargai, dan bergerak bersama tanpa sekat gender. Karena sejatinya, cinta terhadap Bulukumba bukan sekadar kata, tetapi tindakan nyata untuk menjaga dan memajukan tanah kelahiran.
Dan ketika perempuan muda Bulukumba berani berdiri, bersuara, dan berkarya di sanalah semangat Sumpah Pemuda benar-benar hidup. Bukan hanya untuk Indonesia, tetapi untuk Bulukumba yang setara, maju, dan berdaya.
Penulis: Andi Tenri Abeng, S.Pd., M.Pd Sekretaris Cabang Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Bulukumba.
Pewarta: Akbar





